BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
KDRT bisa terjadi kepada seorang anak, ibu, ayah. Dari hal tersebut bisa menimbulkan kesenggangan penderitaan fisik, seksual, mental/psikologi, serta pemaksaaan kemerdakaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Hal tersebut biasanya terjadi apabila seseorang yang terdapat di dalam suatu keluarga sedang memiliki beban pikran yang sangat tinggi/berat. Sehingga bisa menimbulkan emosi yang tinggi juga, kemungkinan besar KDRT biasanya sangat sering dilakukan oleh orangtua terhadap sorang anak. Hal ini mungkin di karenakan sebagai pelampiasan orangtua, karena sudah tidak bisa menahan beban pikiran yang dia terima. Atau bisa berawal dari sikap dan prilaku anak tersebut sehingga orangtuanya sudah tidak sanggup untuk menasehatinya.
Dari hal tersebut bisa menimbulkan dua hal perilaku yang sangat berbeda untuk sang anak yang menerima kekerasan tersebut. Pertama, dapat menimbulkan perilaku hal yang positif. Anak tersebut bisa disiplin dan patuh terhadap kedua orangtuanya dengan cara kedisiplinan dia di dalam rumah. Kedua, bisa menimbulkan hal perilaku yang negatif. Sang anak bisa menimbulkan sikap perlawanan dia kepada orangtuanya dengan cara dia tidak patuh lagi kedapa orangtuanya dan membantah setiap perkataan orangtuanya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Hakikat KDRT
Tindakan pelanggaran (pemukul, penyiksaan, pemerkosaan, penelantaraan rumah tangga). Yang bisa dilakukan kepada salah satu anggotakeluarga. Dan menyebabkan penderitaan secara fisik. Pada umumnya KDRT sering dilakukan kepada perempuan bahkan anak - anak. Mungkin di sebabkan karena laki - laki atau orang dewasa memiliki fisik yang jauh lebih kuat dari perempuan. Akan tetapi tindakan fisik dari laki - laki tersebut bisa menimbulkan luka ringan, luka berat, dan bahkan kecacatan bagi perempuan atau anak yang telah menerima KDRT.
Kekerasan fisik, adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Kekerasan psikis, adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya. Kekerasan seksual, adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan tujuan tertentu. Penelantaran rumah tangga, adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang
tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau
melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
KDRT juga memiliki dampak positif untuk anak atau anggota keluarga yang menerima tindakan tersebut seperti patuh, disiplin. Anak atau anggota keluarga biasanya setelah menerima KDRT memiliki peruban kecil dalam rumahnya seperti contohnya seorang anak yang awalnya tidak patuh kepada orangtuanya bisa menjadi patuh karena telah menrima tindakan KDRT tersebut. Dari perubahan itu kita menyadari bahwa KDRT juga memiliki pengaruh yang positif.
Menurut ketentuan KUHP Bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Bab XX tentang Penganiayaan, kemudian membandingkannya dengan ketentuan pidana dalam UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, kecuali tindak pidana yang ditentukan dalam Pasal 45 dan Pasal 49, semua tindak pidana yang diatur dalam UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT telah ditentukan sebagai tindak pidana dalam KUHP.
Tindak pidana berupa kekerasan fisik yang ditentukan dalam Pasal 44 UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, telah diatur dalam KUHP Bab XX tentang Penganiayaan. Sedangkan tindak pidana berupa kekerasan seksual yang ditentukan dalam Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 48 UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, telah diatur dalam KUHP Bab XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan. Adapun tindak pidana penelantaran rumah tangga yang ditentukan dalam Pasal 49 UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, sekalipun tidak ditentukan sebagai tindak pidana, tetapi di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disingkat UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan), hal tersebut telah diatur sebagai perbuatan yang tidak melaksanakan kewajiban.
Penelusuran lebih dalam terhadap ketentuan pidana dalam UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, khususnya ketentuan Pasal 44 ayat(1) dan ayat(4) juncto Pasal 51 dibandingkan dengan ketentuan Pasal 352 ayat(1) KUHP, maka pengesahan UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, justru membebaskan pelaku tindak pidana kekerasan fisik dari pertanggungjawaban pidana, yang oleh KUHP dituntut pertanggungjawabannya., Pasal 352 ayat (1) KUHP menentukan semua perbuatan kekerasan fisik adalah tindak pidana penganiayaan, yang merupakan tindak pidana biasa, tetapi Pasal 44 ayat (1) dan ayat (4) juncto Pasal 51 Pasal 44 ayat (1) dan ayat (4) juncto Pasal 51 UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT justru menjadikannya sebagai delik aduan apabila dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya.
2.2 Hakikat Psikologi
Ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental dalam kehidupan sehari-hari, dimanapun, kapanpun. Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yang berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku dan proses mental.
Biasanya psikologi anak yang berumuran 11 - 15 tahun masih bisa di katakan tidak stabil. Tidak stabil baik berupa fisik dan mental. Anak yang sedang tidak stabil bisa mengalami perubahan dalam diri anak tersebut. Dari ketidak stabilan itu anak akan sering menjadi agresif, berbohong, ganguan tingkah laku, tidak mampu beradaptasi.
Agresif seringkali muncul pada masa kanak – kanak. Yang berupa tingkah laku menyerang baik secara fisik maupun verbal. Bahkan berupa ancaman yang disebabkan karena adanya rasa permusuhan.
Berbohong adalah tindakan di sengaja dan sangat dibenci Allah. Berbohong biasanya dilakukan anak agar menghidari tekanan perkataan orang dewasa atau hukuman. Berbohong akan selalu merugikan diri kita sendiri dan orang lain.
Gangguan tingkah laku dapat dideteksi dengan munculnya beberapa gejala sebagai berikut :melawan, membangkang, menyerang, berkelahi, merusak, marah, mencuri, membolos, kabur, merampok, mengganggu, kasar kepada hewan dan manusia, dan paksaan seksual.
Tidak mampu beradaptasi adalah anak yang memiliki penyesuaian dirinya buruk. Anak yang tidak mampu beradaptasi juga sering di sebut anak bermasalah. Karena mengalami ganguan perkembangan sosial dan emosi. Dari ketidak mampuan tersebut anak akan menjadi ketinggalan dalam pergaulan serta membuat dirinya malu untuk berinteraksi dengan orang lain.
2.3 Hakikat Anak
Pribadi menakjubkan yang ingin mencapai banyak hal sekaligus. Perkembangan psikologi,sosial. Anak akan bergantung kepada kemampuannya untuk menguasai keterampilan motorik dan bahasanya. Aspek - aspek perkembangan anak ini selain berdiri sendiri juga saling berkaitan satu dengan yang lain.
Setiap anak memiliki potensi yang berbeda. Karena perbedaan itu, maka sebenarnya setiap anak memerlukan perlakuan tersendiri sesuai potensi individualnya untuk mencapai perkembangan yang optimal. Memang ada beberapa perlakuan yang sifatnya umum dan dapat diberlakaukan untuk banyak anak, tetapi seharusnya tidak boleh mengorbankan kebutuhan individual tersebut.
Perkembangan status sosial di dunia anak-anak dalam persahabatan dan mendapatkan kawan bermain di lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah, berbeda dengan pengertian persahabatan yang terjadi pada orang dewasa, untuk orang dewasa persahabatan adalah suatu ikatan relasi dengan orang lain, di mana kepercayaan, pengertian, pengorbanan dan saling membantu satu sama lainnya akan terjalin dalam periode yang lama, sedangkan di dunia anak-anak tidak seperti halnya yang terjadi pada orang dewasa, di dunia anak-anak persahabatan terjalin tidak untuk waktu yang lama, terkadang bila terjadi masalah yang kecil saja, jalinan persahabatan tersebut akan terputus.
Anak usia 11 sampai 15 tahun, bagi mereka arti teman tidak hanya sekedar untuk bermain saja, di sini seorang teman harus juga bisa berfungsi sebagai tempat berbagi pikiran, perasaan dan pengertian. Karena pada umumnya mereka sedang mengalami masa puber dengan permasalahan psikologis seperti ; depresi, rasa takut, problem di rumah, atau problem keuangan yang terjadi pada mereka, biasanya mereka lebih tahu permasalahan psikologis tersebut dibandingkan dengan orangtua mereka sendiri.